A. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan
merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku
karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya
esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. jika individu berhasil
dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas, dan sebaliknya
kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan banyak menimbulkan masalah baik dabgi
dirinya mau pun bagi lingkungannya.
Perbedaan
tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan
dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan
individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lengkungan yang sama.
Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan
individu dalam hal kepentingan maskipun pembawaannya sama. Perbedaan
kepentingan itu antara lain berupa:
1. Kepentingan individu untuk memperoleh
kasih sayang
2. Kepentingan individu untuk memperoleh
harga diri
3. Kepentingan individu untuk memperoleh
penghargaan yang sama
4. Kepentingan individu untuk memperoleh
prestasi dan posisi
5. Kepentingan individu untuk dibutuhkan
oleh orang lain
6. Kepentingan individu untuk memperoleh
kedudukan di dalam kelompoknya
7. Kepentingan individu untuk memperoleh
rasa aman dan perlindungan diri
8. Kepentingan individu untuk memperoleh
kemerdekaan diri
Kenyataan-kenyataan
seperti itu menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang
merupakan konsensus dari berbagai subideologi yang k.akhirnya akan melahirkan
dis-integrasi/konflik. Permasalahan utama yang jelas tampak dalam tujuan
konflik ini adalah jarak yang terlalu besar antara harapan (tujuan sosial)
dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya.
Kenyataan
seperti itu disebabkan oleh cara pandang yang berbeda antara
pemerintah/penguasa sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai kelompok
kepentingan sebagai sub-sub ideologi. Di sinilah tercermin, adanya perbedaan
kepentingan antara berbagai kelompok kepentingan dalam rangka tinjauan politik.
Perbedaan
kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi
mengenal beberapa fase, antara lain:
1. Fase disorganisasi yang terjadi karena
kesalahfahaman (akibat pertentangan antara harapan dengan standar normatif),
yang menyebabkan sulitnya/tidak dapatnya satu kelompok sosial menyesuaikan diri
dengan norma (ideologi).
2. Fase disintegrasi (konflik) yaitu
pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti timbulnya emosi massa
yang meluap, protes, aksi mogok, pemberontakan dan lain-lain. Walter T. Martin
mengemukakan tahapan pertama disintegrasi sebagai berikut:
a) Ketidaksefahaman anggota kelompok tentang
tujuan sosial yang hendak dicapai yang semula menjadi pegangan kelompok.
b) Norma-norma sosial tidak membantu anggota
masyarakat lagi dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya.
c) Norma-norma dalam kelompok dan yang
dihayati oleh kelompok bertentangan satu sama lain.
d) Sanksi sudah menjadi lemah bahkan sanksi
tidak dilaksanakan dengan konsekuen lagi.
e) Tindakan anggota masyarakat sudah
bertentangan dengan norma kelompok.
B. Prasangka, diskriminasi, dan
ethnosentrisme
1) Prasangka dan diskriminasi
Prasangka
dan diskriminasi adalah 2 hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut
dapat merugikan pertumbuhan perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari
peristiwa kecil yang menyangkut 2 orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan
20 orang, golongan/wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif
yang merugikan.
Perbedaanya
terpokok antara prasangka dan diskriminatif. Prasangka menunjukkan pada aspek
sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk
merespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek/situasi. Oleh
karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah-laku/tindakan.
Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak
lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Demikian diskriminatif
merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan
hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka
bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan
generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi
(terlalu menyederhanakan) terdapap suatu realita.
2) Sebab-sebab timbulnya prasangka dan
diskriminasi
a. Berlatar belakang sejarah. Contohnya
orang-orang kulit putih AS berprasangka negatif kepada orang-orang Negro,
berlatar belakang pada masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan
dan orang-orang kulit Negro sebagai budak.
b. Dilatarbelakngi oleh perkembangan
sosio-kultural dan situasional. Contohnya prasangka muncul terhadap individu
lain atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penuruanan status
pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap keryawannya.
c. Bersumber dari faktor kepribdaian.
Contohnya keadaan frustasi dari beberapa orang/kelompok sosial tertentu
merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif.
Kepribadian yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan
bersifat tertutup.
d. Berlatar belakang dari perbedaan
keyakinan, kepercayaan dan agama. Contohnya konlik Irlandia Utara dan Irlandia
Selatan; konflik antara golongan keturunan Yunani – Turki di Cyprus dan perang
Irak – Iran berakar dari latar belakang adanya prasangka agama/kepercayaan
agama.
3) Usaha mengurangi/menghilangkan prasangka
dan diskriminasi
a. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemerataan
pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang
masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi
kesenjangan-kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Melalui
pelaksanaan program-program pembangunan yang mantap dan didukung oleh
lembaga-lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD.
b. Perluasan kesempatan belajar
Perluasan
kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia, paling tidak mengurangi
prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat
dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.
c. Sikap terbuka dan sikap lapang
Kebhinnekaan
masyarakat dan idealisme paham kebangsaan, masing-masing berniat membuka diri
untuk berdialog antar golongan, antar kelompok sosial diduga berprasangka
dengan tujuan membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang
sungguh bijaksana.
4) Ethnosentrisme
Suku
bangsa/ras cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai sesuatu yang prima,
rill, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda
dengan kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan
sebagainya. Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai ethnosentrisme, yaitu suatu
kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri
sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak
ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
C. Pertentangan-pertentangan sosial/ketegangan
dalam masyarakat
Konflik/pertentangan
mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa
dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan
perang. Dasar konflik berbeda-beda, dan terdapat 3 elemen dasar yang merupakan
ciri-ciri dari situasi konflik, yaitu:
- Terdapat 2 atau lebih unit-unit/bagian-bagian
yang terlibat dalam konflik.
- Unit-unit tersebut mempunyai
perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebuthan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah,
nilai-nilai, sikap-sikap maupun gagasan-gagasan.
- Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian
yang mempunyai perbedaa-perbedaan tersebut.
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian/permusuhan. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkup
luas, yaitu masyarakat.
- Pada taraf di dalam diri seseorang: menunjuk
kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, emosi-emosi, dan dorongan-dorongan
yang antagonistik di dalam diri
seseorang.
- Pada taraf kelompok: ditimbulkan dari
konflik-konflik yang terjadi di dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan
pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma,
motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat-minat
mereka.
- Pada taraf masyarakat: bersumber pada
perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nialai-nilai
dan norma-norma kelompok yang bersangkutan berada. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis do dalam
suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Konflik
mungkin realistik maupun tidak realistik. Konflik realistik terkait dengan
tujuan yang rasional, dan konflik terjadi berkenaan/merupakan kelengkapan untuk
pencapaian tujuan. Dalam konflik tidak realistik, konflik tersebut merupakan
tujuan itu sendiri. Tipe ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan
emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sedangkan upaya untuk
memecahkannya selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan. Adapun cara-cara
pemecahannya adalah sebagai berikut:
1. Memundurkan diri dari salah satu pihak
yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan: kami mengalah, kami
mendongkol, kamu keluar.
2. Orang/pihak yang mempunyai
kekuatanterbesar dapat memaksa orang/pihak lain mentaatinya.
3. Suara terbanyak yang ditentukan dengan
voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argementasi.
4. Kelompok mayoritas yang menang, namun
kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat
untuk melakukan kegiatan bersama.
5. Kedua/semua sub kelompok yang terlibat di
dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6. Pendapat-pendapat yang bertentangan
didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai
suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
D. Golongan-golongan yang berbeda dan
integrasi sosial
1) Masyarakat majemuk dan nasion Indonesia
Masyarakat
Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk, yaitu suatu masyarakat negara
yang terdiri dari beberapa suku bangsa/golongan sosial yang dipersatukan oleh
kekuatan nasional.
- Suku bangsa dan kebudayaan
Perbedaan
lingkungan alam mempengaruhi ciri-ciri jasmaniah penduduk di masing-masing
daerah sehingga penduduk Indonesia mewujudkan ciri-ciri jasmaniah yang
berbeda-berbeda. Daerah-daerah terdiri dari sejumlah suku bangsa yang dikenal
dengan masyarakat daerah (± 13.000 buah pulau besar dan kecil).
Tiap suku
bangsa memiliki kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan serta bangsa
lain. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenia, moral, hukum, adat-istiadat
dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Maka Indonesia juga terdapat sejumlah sistem budaya yang
dipergunakan oleh masing-masing suku bangsa.
Dalam
kehidupan sehari-hari suku bangsa mempergunakan sistem budayanya sendiri dan
sistem kebudayaannya ditaati oleh masyarakatnya. Usaha untuk mengingkari sistem
budayanya dianggang sebagai tindakan yang menyeleweng. Pelaku dari pelanggaran
tersebut diberi sanksi. Berat-ringannya sanksi berdasarkan atas pelanggaran
yang dilakukannya. Dan pelanngaran tersebut dapat menyebabkan pelaku
dikeluarkan dari masyarakatnya.
Masyarakat
sumber energi menghasilkan kebudayaan, dan kebudayaan sebagai sistem budaya
merupakan alat yang mengatur/mengontrol masyarakatnya.
- Agama
Dari segi
historis suku-suku bangsa di Indonesia mempunyai toleransi yang besar terhadap
agama/kepercayaan lain. Sebelum datangnya Hindu yang berasal dari India (jalan
perdagangan), Indonesia sudah mempunyai kepercayaan sendiri yang biasa disebut
dengan istilah animisme dan dinamisme.
Hindu
mengalami kemunduran, datanglah agama lain berturut-turut agama Islam dan
Kristen. Kedua agama tersebut diterima dengan cara damai. Kepercayaan seperti
ini merupakan sumber nilai yang dianut oleh warganya. Nilai digunakan untuk
menentukan tujuan tindakan/usaha. Nilai biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi
terkait dengan kepercayaan tertentu, karena orang menganut suatu kepercayaan tertentu
yang membernarkan nilai-nilai dianutnya.
- Bahasa
Pada
suku-suku bangsa yang bermacam-macam itu terikat oleh satu persamaan yaitu
bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam melaksanakan interaksi sosial di
antara kelompoknya.
- Nasion Indonesia
Nasion
merupakan kesatuan solidaritas yang terbentuk sebagai hasil proses setelah
kemerdekaan tahun 1945. Nasion Indonesia merupakan suatu federasi antara
suku-suku bangsa yang masing-masing merupakan kesatuan tersendiri dan federasi
ini tetap mempertahankan kesatuan mereka masing-masing.
Kebudayaan
nasional terbentuk dan merupakan perpaduan dari kebudayaan daerah yang dapat
diterima oleh masyarakat dan suku-suku bangsa lainnya, seperti karya
sastra-sastra jawa, tarian-tarian yang dapat dinikmatinya dan lain-lainnya.
Dalam
pembentukan kebudayaan nasional, agar kebudayaan di suatu daerah tidak punah,
tetapi tetap berkembang terus, justru dengan mengembangkannya berarti pula
memperkaya kebudayan nasional.
2) Integrasi
Penduduk
Indonesia menempati wilayah yang luas, bukan hanya terikat oleh suatu sistem
kebudayaan, tetapi banyak sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan yang berlaku di
Indonesia:
- Sistem kebudayaan daerah.
- Sistem kebudayaan agama, seperti Islam,
Kristen, Hindu, dan Budha.
- Sistem kebudayaan nasional.
- Sistem kebudayaan asing, seperti China dan
Arab.
Keempat
unsur di atas merupakan unsur dari kebudayaan Nasional, dan sekaligus menjadi
landasan/corak masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dalam hal
masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia setelah merdeka yaitu masalah
integrasi di antara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi
keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap pada kemajemukannya
masing-masing. Mereka dapat hidup serasi, berdampingan, seperti tulisan yang
terdapat dalam lambang negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang berbeda-beda
tetapi merupakan kesatuan.
Kalau
kekuatan nasional terlalu mendominasi kehidupan politik, sosial, ekonomi warga
suku-suku bangsa/daerah, akan menimbulkan konflik antara pusat dan daerah.
Kuatnya integrasi akan menjadi salah satu ukuran timbul atau tidaknya
pemberontakan-pemberontakan di daerah. Variabel-variabel lain yang dapat
menjadi penghambat dalam integrasi ialah:
- Klaim/tuntutan penguasaan atas
wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya.
- Isu asli tidak asli.
- Isu agama.
- Prasangka dan ethnosentrisme.
3) Integrasi sosial
Integrasi
sosial dapat diartkan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai
dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga
menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang
sama dijunjung tinggi.
Integrasi
sosial akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di
masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, tidak banyak sistem yang
tidak saling melengkapi, dan tumbuh integrasi paksaan.
Hal yang
penting, mengamati dimensi kemajemukan suatu masyarakat dapat dilakukan dengan
melihat jumlah kelompok yang berbeda kebudayaannya, konsensus anggota-anggota
masyarakat terhadap nilai yang mengikat seluruh warga masyarakat, dan
mudah-tidaknya individu pindah dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
E. Integrasi nasional
Integrasi
nasional adalah merupakan masalah yang dialamai oleh semua negara/nation yang
ada di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya.
Beberapa negara yang berdiri setelah Perang Dunia II ternyata banyak yang tidak
mampu mengintegrasikan berbagai golongan dalam masyarakatnya.
Menurut
Prof. R. William Liddle; An Indonesia
Case Study; bahwa integrasi Indonesia mempunyai 2 dimensi yaitu dimensi
horisontal dan vertikal. Di Indonesia horisontal dimaksudkan untuk menunjuk
perbedaan suku, agama, aliran, dan
lain-lain. Sedangkan dimensi vertikal dimaksudkan untuk menunjuk kesenjangan
kelompok elite nasional dengan massa. Yang terakhir ini mengakibatkan
partisipasi politik massa yang sangat kecil.
1) Beberapa permasalahan Integrasi Nasional
Permasalahan
pertama: adanya cara pandang yang berbeda tentang pola laku duniawi dan cara
untuk untuk mencapai tujuan. Pada intinya bersumber pada perbedaan ideologi.
Perbedaan ini disebabkan perbedaan falsafah hidup yang banyak berpengaruh dalam
proses sosialisasinya, maupun dalam pembentukan konsepsi nalarnya. Faktor
dominan dalam pembentukan kesenjangan ideologi ini adalah masalah agama. Karena
agama dipandang sebagai nilai hakiki sehingga kontrol sosial masyarakat agama
cenderung lebih peka dan sering tajam.
Permasalahan
kedua: permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat majemuk, yang
terdiri dari berbagai etnis baik di antara penduduk pribumi maupun keturunan
asing. Kelompok etnis/suku-suku bangsa yang ada di daerah merupakan
nation-nation pribumi yang telah terbentuk lama sebelum Indonesia
diproklamasikan. Mereka meiliki ciri-ciri sendiri yang merupakan ciri khasnya.
Mereka memiliki kebudayaan sendiri, bahasa sendiri, daerah teritorial sendiri
dan perasaan solidaritas antara anggota-anggota warga masyarakat yang bersangkutan.
Permasalahan
ketiga: masalah teritorial daerah yang seringkali berjarak cukup jauh.
Lebih-lebih Indonesia yang berbentuk negara kepulauan dan merupakan arus
lalulintas 2 benua dan 2 samudera. Kondisi ini akan lebih mempererat rasa
solidaritas kelompok etnis tertentu.
Masalah
keempat: kehidupan dan pertumbuhan Partai Politik. Karena permsalahan ini
berpengaruh dalam mencapai integrasi nasional. Beberapa indikator pertentangan
politik di Indonesia yaitu, terjadinya demostrasi, kerusuhan, serangan bersenjata,
meningkatnya angka kematian akibat kekerasan politik. Selain itu, Parpol
terkait oleh kepentingan-kepentingan primordial yang secara tidak langsung
terikat oleh kepentingan daerah dan kelompok elit dan kelompok etnis tertentu.
2) Upaya pendekatan
Perbedaan
golongan mempunyai potensi untuk menuju ke arah integrasi dengan sistem
silang-menyilang yang akan melahirkan pelapisan sosial yang saling
silang-menyilang/paling tidak akan membuat konflik sosial tidak terlalu tajam.
Dengan sistem silang-menyilang ini konflik antara suku-suku bangsa daerah akan
dapat diredakan dengan adanya pertemuan di bidang agama. Upaya-upaya yang
dilaksanakan untuk memperkecil dan kalau mungkin menghilangkan
kesenjangan-kesenjangan itu antara lain:
- Pemerintah berusaha untuk mewujudkan
idealisme/cita-cita nasional yang diamanatkan oleh seluruh bangsa kepada
ideologi melalui pembangunan di berbagai sektor, termasuk pembangunan politik
dan kebudayaan (untuk mempertebal keyakinan warga negara yang terdiri dari
berbagai golongan terhadap ideologi nasional).
- Berusaha membuka isolasi antar berbagai
kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan pembangunan sarana komunikasi,
informasi, dan transportasi.
- Menggali kebudayaan daerah untuk dijadikan
kebudayaan nasional dan membina penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional.
- Membentuk jaringan asimilasi bagi berbagai
kelompok etnis baik pribumi maupun keturunan asing. Misalnya transmigrasi,
pertukaran/mutasi karyawan, asimilasi budaya.
- Melalui jalur-jalur formal seperti pendidikan
perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh warga negara dan pendekatan formal
lainnya.
3) Integrasi nasional dalam perspektif
Harsya W.
Bachtiar memaparkan bahwa masalah integrasi nasional akan tetap meruapakan
masalah, tanpa memandang apakah negara itu baru ataupun negara lama, karena
setiap konflik terjadi karena perbedaan golongan. Namun demikian integrasi
nasional sebagai suatu cita-cita nasional maupun cita-cita negara akan dapat
terwujud/paling tidak menekankan kemungkinan permasalahan yang timbul dengan
berbagai usaha yang mendukung potensi masyarakat untuk berintegrasi sendiri
secara alamiah, seperti yang dikemukakan di atas.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar